Cahaya Matahari yang tiba di Bumi merupakan percampuran cahaya dari seluruh panjang gelombang atau dari seluruh warna.
Tidak semua planet memiliki langit berwarna biru. Mengapa demikian? Alasannya bergantung pada atmosfer si planet. Sebelum kita menelusuri setiap planet, bagaimana kalau kita cari tahu mengapa langit di Bumi berwarna Biru.
Ketika seorang astronom mengamati benda langit, maka informasi yang ia kumpulkan adalah cahaya yang dipancarkan atau dipantulkan oleh si benda langit dalam berbagai panjang gelombang. Cahaya tersebut kemudian diterima oleh manusia dalam bentuk spektrum warna. Setiap panjang gelombang akan menghasilkan warna yang berbeda.
Mata manusia memiliki sensitivitas pada cahaya yang berada pada rentang tertentu dari spektrum elektromagnetik yang disebut spektrum optik atau spektrum kasat mata atau kita sebut saja cahaya tampak. Manusia hanya bisa melihat dan mengenali spektrum optik yang berada pada panjang gelombang 400 – 700 nanometer yang berasosiasi dengan warna ungu ke merah. Meskipun ada mata yang juga sensitif terhadap warna yang dihasilkan cahaya pada panjang gelombang 320 nm. Warna-warna pada spektrum optik ini yang sering kita kenali sebagai warna pelangi yakni MEJIKUHIBINIU aka Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila, Ungu. Dengan warna merah merupakan warna yang dihasilkan oleh panjang gelombang panjang dan ungu merupakan warna yang dihasilkan panjang gelombang pendek.
Selain spektrum optik yang kasat mata, ada juga cahaya yang tidak kasat mata yang dipancarkan oleh cahaya pada panjang gelombang yang lebih pendek dari cahaya ungu atau kita kenal sebagai ultra ungu dan cahaya yang dipancarkan pada panjang gelombang yang lebih panjang dari merah atau kita kenal sebagai cahaya infra merah.
Apa urusannya dengan langit yang berwarna Biru?
Matahari yang menjadi bintang induk bagi Bumi memancarkan cahaya yang diterima oleh mata manusia. Cahaya yang dipancarkan Matahari tersebut mengandung seluruh spektrum elektromagnetik yang merentang dari panjang gelombang paling pendek sampai panjang termasuk di dalamnya cahaya tampak dan tak tampak; gelombang radio, gelombang mikro, cahaya ultra ungu, ungu, nila, biru, hijau, kuning, jingga, merah, infra merah, sinar X dan sinar gamma. Setiap warna tersebut juga merepresentasikan frekuensi dari rendah ke tinggi dengan cahaya merah berada pada frekuensi rendah dan ungu pada frekuensi tinggi.
Tapi mari kita fokuskan pada cahaya tampak yang merupakan warna pelangi yang bisa dinikmati setelah hujan. Cahaya Matahari yang tiba di Bumi merupakan percampuran cahaya dari seluruh panjang gelombang atau dari seluruh warna. Cahaya yang datang dari Matahari bergerak dalam garis jika tidak ada apapun yang menghalangi perjalanannya. Contohnya, jika cahaya bertemu kaca maka ia akan dipantulkan. Sedangkan jika cahaya melewati sebuah medium, arahnya akan berubah dan terjadilah pembiasan cahaya.
Sebelum diterima oleh mata manusia di Bumi, cahaya Matahari harus melewati lapisan atmosfer yang di dalamnya terdapat berbagai macam atom dan molekul gas seperti nitrogen, oksigen, uap air, dan debu. Saat melewati atmosfer dan bertemu molekul-molekul gas inilah cahaya Matahari diserap dan kemudian dihamburkan ke semua arah. Saat dihamburkan, cahaya berfrekuensi tinggi akan dihamburkan lebih banyak dari pada cahaya yang berada pada frekuensi rendah. Dalam hal ini cahaya biru akan lebih banyak dihamburkan oleh molekul dan partikel di udara dibandingkan cahaya merah.
Tapi, langit pun tidak akan tampak ungu, meskipun ungu merupakan cahaya yang memiliki frekuensi paling tinggi dan panjang gelombang terpendek dalam cahaya tampak. Salah satu alasannya adalah sensitivitas mata manusia terhadap cahaya ungu lebih kecil dibanding cahaya biru.
Bagaimana dengan Planet lainnya?
Warna langit di planet lain di Tata Surya
Warna langit di setiap planet di Tata Surya maupun ekstrasolar planet yang mengitari bintang lain akan sangat bergantung pada kerapatan dan komposisi kimia di atmosfernya. Sekarang, mari kita bertualang ke planet-planet di Tata Surya dan satelit-satelitnya.
Pada persinggahan pertama di planet Merkurius, langitnya tampak seperti langit di Bulan. Hitam dan gelap! Aneh? Sebenarnya tidak karena Merkurius tidak memiliki atmosfer yang dapat menghamburkan cahaya Matahari.
Di Venus, atmosfernya yang sangat tebal menyebabkan langit di planet tersebut tampak berwarna oranye kemerah-merahan. Setidaknya itulah yang tampak dari citra penjejak Venera milik Soviet.
Perjalanan ke Mars justru menunjukkan kalau langit di planet dengan atmosfer tipis yang memiliki banyak debu tersebut tampak berwarna merah. Jika di Bumi foton biru dihamburkan oleh atmosfer ke semua arah, maka di Mars, debu di atmosfer menghamburkan foton merah dan menyebabkan langit di planet tetangga Bumi ini tampak berwarna merah.
Dari Mars, kita menuju Jupiter. Di sini langit tampak berwarna biru samar atau lebih redup dari Bumi karena cahaya Matahari yang diterima planet raksasa tersebut lebih redup dibanding Bumi. Berlanjut ke planet Saturnus, langit planet yang memiliki cincin tebal ini termasuk unik. Citra Cassini menunjukkan langit utara akan tampak berwarna biru dan semakin ke selatan warna langit menjadi semakin kuning. Di langit selatan Saturnus langit tampak berwarna kuning terang sebagai akibat dari kondisi atmosferik di planet tersebut. Mengapa Saturnus memiliki dua warna langit masih menjadi pertanyaan untuk dicari jawabannya.
Selain planet Saturnus, satelit Titan yang mengelilingi planet tersebut juga memiliki atmosfer tebal dan digadang-gadang sebagai Bumi purba. Citra Huygens memperlihatkan langit Titan yang berwarna seperti jeruk (oranye). Tapi jika ada astronaut yang berdiri di permukaan Titan, maka warna langit yang akan ia lihat adalah kecoklatan atau oranye gelap.
Dari planet gas raksasa, kita menuju ke planet es raksasa yakni Uranus dan Neptunus. Kandungan es di planet ini dan sedikitnya cahaya Matahari yang diterima menyebabkan kedua planet tampak berwarna biru. Dan dari kondisi atmosfer keduanya, diduga langit di Uranus berwarna biru muda atau lebih tepatnya biru kehijauan. Sedangkan langit di planet Neptunus akan tampak berwarna biru langit. Satelit Triton yang mengelilingi Neptunus juga memiliki atmosfer yang sangat tipis sehingga langit di planet ini pun tampak gelap dan hitam.
Hal yang sama juga terjadi di planet-planet yang ada di bintang lainnya. Warna langit dari planet-planet tersebut bergantung pada atmosfer yang dimiliki si planet.
Tidak semua planet memiliki langit berwarna biru. Mengapa demikian? Alasannya bergantung pada atmosfer si planet. Sebelum kita menelusuri setiap planet, bagaimana kalau kita cari tahu mengapa langit di Bumi berwarna Biru.
Ketika seorang astronom mengamati benda langit, maka informasi yang ia kumpulkan adalah cahaya yang dipancarkan atau dipantulkan oleh si benda langit dalam berbagai panjang gelombang. Cahaya tersebut kemudian diterima oleh manusia dalam bentuk spektrum warna. Setiap panjang gelombang akan menghasilkan warna yang berbeda.
Mata manusia memiliki sensitivitas pada cahaya yang berada pada rentang tertentu dari spektrum elektromagnetik yang disebut spektrum optik atau spektrum kasat mata atau kita sebut saja cahaya tampak. Manusia hanya bisa melihat dan mengenali spektrum optik yang berada pada panjang gelombang 400 – 700 nanometer yang berasosiasi dengan warna ungu ke merah. Meskipun ada mata yang juga sensitif terhadap warna yang dihasilkan cahaya pada panjang gelombang 320 nm. Warna-warna pada spektrum optik ini yang sering kita kenali sebagai warna pelangi yakni MEJIKUHIBINIU aka Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila, Ungu. Dengan warna merah merupakan warna yang dihasilkan oleh panjang gelombang panjang dan ungu merupakan warna yang dihasilkan panjang gelombang pendek.
Selain spektrum optik yang kasat mata, ada juga cahaya yang tidak kasat mata yang dipancarkan oleh cahaya pada panjang gelombang yang lebih pendek dari cahaya ungu atau kita kenal sebagai ultra ungu dan cahaya yang dipancarkan pada panjang gelombang yang lebih panjang dari merah atau kita kenal sebagai cahaya infra merah.
Apa urusannya dengan langit yang berwarna Biru?
Matahari yang menjadi bintang induk bagi Bumi memancarkan cahaya yang diterima oleh mata manusia. Cahaya yang dipancarkan Matahari tersebut mengandung seluruh spektrum elektromagnetik yang merentang dari panjang gelombang paling pendek sampai panjang termasuk di dalamnya cahaya tampak dan tak tampak; gelombang radio, gelombang mikro, cahaya ultra ungu, ungu, nila, biru, hijau, kuning, jingga, merah, infra merah, sinar X dan sinar gamma. Setiap warna tersebut juga merepresentasikan frekuensi dari rendah ke tinggi dengan cahaya merah berada pada frekuensi rendah dan ungu pada frekuensi tinggi.
Tapi mari kita fokuskan pada cahaya tampak yang merupakan warna pelangi yang bisa dinikmati setelah hujan. Cahaya Matahari yang tiba di Bumi merupakan percampuran cahaya dari seluruh panjang gelombang atau dari seluruh warna. Cahaya yang datang dari Matahari bergerak dalam garis jika tidak ada apapun yang menghalangi perjalanannya. Contohnya, jika cahaya bertemu kaca maka ia akan dipantulkan. Sedangkan jika cahaya melewati sebuah medium, arahnya akan berubah dan terjadilah pembiasan cahaya.
Sebelum diterima oleh mata manusia di Bumi, cahaya Matahari harus melewati lapisan atmosfer yang di dalamnya terdapat berbagai macam atom dan molekul gas seperti nitrogen, oksigen, uap air, dan debu. Saat melewati atmosfer dan bertemu molekul-molekul gas inilah cahaya Matahari diserap dan kemudian dihamburkan ke semua arah. Saat dihamburkan, cahaya berfrekuensi tinggi akan dihamburkan lebih banyak dari pada cahaya yang berada pada frekuensi rendah. Dalam hal ini cahaya biru akan lebih banyak dihamburkan oleh molekul dan partikel di udara dibandingkan cahaya merah.
Tapi, langit pun tidak akan tampak ungu, meskipun ungu merupakan cahaya yang memiliki frekuensi paling tinggi dan panjang gelombang terpendek dalam cahaya tampak. Salah satu alasannya adalah sensitivitas mata manusia terhadap cahaya ungu lebih kecil dibanding cahaya biru.
Bagaimana dengan Planet lainnya?
Warna langit di planet lain di Tata Surya
Warna langit di setiap planet di Tata Surya maupun ekstrasolar planet yang mengitari bintang lain akan sangat bergantung pada kerapatan dan komposisi kimia di atmosfernya. Sekarang, mari kita bertualang ke planet-planet di Tata Surya dan satelit-satelitnya.
Pada persinggahan pertama di planet Merkurius, langitnya tampak seperti langit di Bulan. Hitam dan gelap! Aneh? Sebenarnya tidak karena Merkurius tidak memiliki atmosfer yang dapat menghamburkan cahaya Matahari.
Pada persinggahan pertama di planet Merkurius, langitnya tampak seperti langit di Bulan. Hitam dan gelap! Aneh? Sebenarnya tidak karena Merkurius tidak memiliki atmosfer yang dapat menghamburkan cahaya Matahari.
Di Venus, atmosfernya yang sangat tebal menyebabkan langit di planet tersebut tampak berwarna oranye kemerah-merahan. Setidaknya itulah yang tampak dari citra penjejak Venera milik Soviet.
Perjalanan ke Mars justru menunjukkan kalau langit di planet dengan atmosfer tipis yang memiliki banyak debu tersebut tampak berwarna merah. Jika di Bumi foton biru dihamburkan oleh atmosfer ke semua arah, maka di Mars, debu di atmosfer menghamburkan foton merah dan menyebabkan langit di planet tetangga Bumi ini tampak berwarna merah.
Dari Mars, kita menuju Jupiter. Di sini langit tampak berwarna biru samar atau lebih redup dari Bumi karena cahaya Matahari yang diterima planet raksasa tersebut lebih redup dibanding Bumi. Berlanjut ke planet Saturnus, langit planet yang memiliki cincin tebal ini termasuk unik. Citra Cassini menunjukkan langit utara akan tampak berwarna biru dan semakin ke selatan warna langit menjadi semakin kuning. Di langit selatan Saturnus langit tampak berwarna kuning terang sebagai akibat dari kondisi atmosferik di planet tersebut. Mengapa Saturnus memiliki dua warna langit masih menjadi pertanyaan untuk dicari jawabannya.
Selain planet Saturnus, satelit Titan yang mengelilingi planet tersebut juga memiliki atmosfer tebal dan digadang-gadang sebagai Bumi purba. Citra Huygens memperlihatkan langit Titan yang berwarna seperti jeruk (oranye). Tapi jika ada astronaut yang berdiri di permukaan Titan, maka warna langit yang akan ia lihat adalah kecoklatan atau oranye gelap.
Dari planet gas raksasa, kita menuju ke planet es raksasa yakni Uranus dan Neptunus. Kandungan es di planet ini dan sedikitnya cahaya Matahari yang diterima menyebabkan kedua planet tampak berwarna biru. Dan dari kondisi atmosfer keduanya, diduga langit di Uranus berwarna biru muda atau lebih tepatnya biru kehijauan. Sedangkan langit di planet Neptunus akan tampak berwarna biru langit. Satelit Triton yang mengelilingi Neptunus juga memiliki atmosfer yang sangat tipis sehingga langit di planet ini pun tampak gelap dan hitam.
Hal yang sama juga terjadi di planet-planet yang ada di bintang lainnya. Warna langit dari planet-planet tersebut bergantung pada atmosfer yang dimiliki si planet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar